agama buddha
Agama Buddha adalah sebuah agama
dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan meliputi beragam tradisi
kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang
dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal sebagai Sang
Buddha (berarti “yang telah sadar” dalam bahasa Sanskerta dan Pali). Sang
Buddha hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam beberapa waktu
antara abad ke-6 sampai ke-4 SEU (Sebelum Era Umum). Beliau dikenal oleh para
umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan yang
membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri
ketidaktahuan/kebodohan (avidyā), kehausan/napsu rendah (taṇhā), dan
penderitaan (dukkha), dengan menyadari sebab musabab saling bergantungan dan
sunyatam dan mencapai Nirvana (Pali: Nibbana).
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka
sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang
Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan
ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka
(kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka
(peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma
Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi
Daftar isi
- 1 Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme
- 2 Moral dalam Buddhisme
- 3 Aliran Buddha
- 4 Ajaran Buddhisme
- 5 Hari Raya
- 6 Penyebaran di Asia dan Indonesia
- 6.1 Penyebaran di India dan Asia Tengah
- 6.2 Penyebaran di Asia Timur
- 6.3 Penyebaran di Asia Tenggara
- 6.4 Penyebaran di Nusantara
- 7 Lihat pula
- 8 Pranala luar
Konsep Ketuhanan
dalam Buddhisme
Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan
konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh
Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada
sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang
Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak
Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita
dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang
lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak
Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas
dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang
terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep
Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali
adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya
"Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang
Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa
aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat
digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak
berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai
kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini,
kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan
dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep
tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha
yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep
Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap
bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan
dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang
terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang
berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain
yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan
konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia,
kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia
adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan
sejati dimana
satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir.
Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya.
Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah
kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru
bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan
rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.
Moral dalam Buddhisme
Sebagai mana agama Kristen, Islam, dan Hindu ajaran Buddha juga menjunjung
tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat
awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai
kemoralan untuk umat awam adalah:
- Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
- Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
- Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
- Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
- Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Yang artinya:
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
- Aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga
amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat.
Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi.
Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini,
istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara
keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha
dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti
dari kamma:
”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan
sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh,
ucapan atau pikiran.”
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana),
perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya),
perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat
(akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma
merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat.
Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab
maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan
dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.
Aliran Buddha
Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
Buddha Mahayana
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Buddha
Mahayana
Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau,
Hong Kong
Sutra Teratai
merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana.
Tokoh Kwan Im
yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara"
merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam
alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan
sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya
Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh
Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok
feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha
Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana.
Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka
meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi
mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang
masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga
Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan
memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan
ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai
oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang
memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah
mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang
akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama ,
kenikmatan Kesadaran Nirwana
yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila
mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana
khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk
yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana
mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka
suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup
mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .
Buddha Theravada
Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah
Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka
dan wilayah Asia Tenggara
(sebagian dari Tiongkok
bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia
dan Thailand)
dan juga sebagian Vietnam.
Selain itu populer pula di Singapura
dan Australia.
Gramatika
Theravada berasal dari bahasa Pali
yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh
terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran
Para Sesepuh.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran
agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal
sejarah Sri Lanka
pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan
sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud
lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta:
Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan
juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of
Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of
Reason).
Sejarah
Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha
Gautama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan
kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan
Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh
500 orang Bhikkhu
yang semuanya Arahat.
Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang
agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang
adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang
berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap
murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan
Y.A. Ananda mengulang Dhamma.
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi
menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor
dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok
yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika
yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya
disebut Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya
diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini
memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan
sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan
dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah
itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka)
membawa Tipitaka
ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha
Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.
Kitab suci Buddhisme
Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada
adalah Kitab Suci Tripitaka
yang dikenal sebagai Kanon Pali
(Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga
sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali/Magadhi Kuno, yang terbagi dalam tiga
kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau
"keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Piṭaka,
dan Abhidhamma Pitaka.
Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha
dinamakan Tipitaka (Pali).
Ajaran Buddhisme
Empat Kebenaran Mulia
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat
Kebenaran Mulia, yang meliputi:
- Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),
Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada
lima pelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah
kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan
tidak mencapai yang diinginkan.
- Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),
Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti
memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah
adanya keinginan kepada hidup.
- Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),
Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat
dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi
tempat untuk keinginan tersebut.
- Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).
Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan
cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan
jalan kebenaran akan dibahas lebih mendalam pada pokok pembahasan yang
selanjutnya.
Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah
untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak
akan menjelma di dunia. Semua hal yang terjadi pada manusia merupakan wujud
dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari yang dikasihi
dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang sudah dijelaskan
diatas. Bahkan kesenangan yang dialami manusia, dianggap sebagai sumber
penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di dunia ini. Kesenangan
atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber kesenangannya itu,
padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia. Sumber itu tidak
mungkin dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu yang tetap
berada. Semua penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini
diajarkanlah yang disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang
bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan pokok permulaan
yang sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan yang menjadi fokus pratitya samutpada.
Jalan Utama Berunsur
Delapan
Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus
melalui Jalan Utama Berunsur Delapan Sradha atau iman, yaitu:
- Percaya
yang benar (Samma ditthi).
Sraddha atau iman yang terdiri dari “percaya yang benar” ini memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi. - Maksud yang benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya yang benar” yakin bahwa jalan petunjuka budha adalah jalan yang benar
- Kata-kata yang benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan diri dari kebohongan dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan kata-kata yang kasar, serta melakukan percakapan yang tidak senonoh.
- Perbuatan yang benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala perbuatan orang tak boleh mencari keuntungan sendiri.
- Hidup yang benar (Samma ajiva), maksudnya secara lahir dan batin orang harus murni atau bebas dari penipuan diri
- Usaha yang benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa nafsu agar jangan sampai terjadi tabiat-tabiat yang jahat.
- Ingatan yang benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau emosi yang merusak kesehatan moral
- Semadi yang benar (Samma samadhi)
Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu
persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan atau upacara
semadi ini maksudnya kita harus merenungi kehidupan dalam agamannya seperti 7
jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan empat bhawana,yaitu: metta (persahabatan yang
universal), karuna (belas kasih yang
universal), mudita (kesenangan dalam
keuntungan dan akan segala sesuatu), dan upakkha (tidak tergerak oleh
apa saja yang menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan sebagainya. Sesudah
merenungkan hal-hal tersebut barulah masuk kedalam semadi yang sebenarnya dalam
4 tingkatan yaitu: mengerti lahir dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya,
menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi orang yang tenang, sampai akhirnya
sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya disudikan. Dengan
demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya,
Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang
ditempuh dengan menjalankan sila
(kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gautama
sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian
Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.
Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh
untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).
Hari Raya
Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun
satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari
raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.
Waisak
Penganut Buddha merayakan Hari Waisak
yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta
(nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa
Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak
juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di
Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama
ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga
terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta
Kathina
Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah
kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat
Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut,
selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan
pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan
kemajuan agama Buddha.
Asadha
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut
Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah
Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk
pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana,
pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna,
Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma,
mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam
bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling
berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk
pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut,
Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang
pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana
(Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang
ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri
atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha.
Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta
Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat
Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung
kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang
bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung
kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan
pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari
suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti
Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan
mengenai Empat
Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok
Buddha Dhamma.
Magha Puja
Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya
Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang
Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan
sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang
dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang
Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha
disebut Vihara.
Penyebaran di Asia
dan Indonesia
Agama Buddha mulai berkembang di India, yaitu tempat dimana Buddha
Gautama mengajarkan ajarannya. Setelah wafatnya Buddha Gautama, ajaran tersebut
tidak lenyap begitu saja, melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga
bertahan sampai sekarang di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia.
Penyebaran
di India dan Asia Tengah
Dimulai dari India, tempat dimana Buddha Gautama lahir
dan wafat. 100 tahun setelah Buddha mencapai Nirwana,
ajaran Buddha Gautama mulai memudar sehingga para biksu disana memutuskan untuk mulai
melestarikannya agar tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan
membuat Dharma
atau pengajaran. Di India jugalah tempat dimana mulai terbentuknya aliran Mahayana
dan Theravada
akibat perselisihan antara kelompok biarawan dan para kaum tua.Theravada
umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah menjadi arahat, sedangkan Mahayana mengajarkan
bahwa tujuan yang paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan. Selain
melalui kaum biarawan,agama Buddha juga disebarkan oleh raja-raja besar di
India seperti Raja Ashoka.
Ia mengajarkan kepada rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti serakah
dan mudah marah. Ia menanamkan nilai-nilai moral, seperti menghargai kebenaran,
cinta kasih dan amal. Ashoka juga mengirim misionaris Buddha keberbagai negara
tetangga, termasuk ke Sri Lanka dimana mereka diterima baik sehingga Sri Lanka
menjadi basis agama Buddha.
Penyebaran di Asia
Timur
Selama abad 3 SM, Raja Asoka mengirimkan
misionaris ke barat laut India yaitu Pakistan
dan Afganistan.
Misi ini mencapai sukses besar karena kawasan ini segera menjadi pusat
pembelajaran agama Buddha yang memiliki banyak biksu terkemuka dan sarjana.
Ketika para pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini untuk berdagang, mereka
belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama mereka. Dengan dukungan
dari pedagang, biara gua banyak didirikan di
sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad 2 SM, beberapa kota Asia Tengah
seperti Khotan,
telah menjadi pusat penting bagi Buddhisme. Melalui Jalan Sutera inilah, pertama
kalinya orang Tiongkok
(sekarang Cina)
mengenal agama Buddha dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah beragama
Buddha. Bentuk awal penyebaran agama Buddha di Cina adalah dengan adanya
penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran Buddha dari
bahasa India ke bahasa Cina kala itu. Selain itu, juga lahirnya berbagai karya
seni dan pahat dimana patung-patung Buddha dibuat. Bentuk perkembangan lainnya
adalah dengan dibangunnya sekolah ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup seni, patung, arsitektur
dan filsafat
waktu itu. Ada pula biarawan Tiongkok yang pergi ke Semenanjung Korea
untuk memperkenalkan agama Buddha kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea
pada waktu itu. Sehingga pada abad ke-6
dan abad ke-7,
agama Buddha telah berkembang di bawah kerajaan tersebut. Selain di Korea,
Buddhisme juga berkembang di kepulauan Jepang.
Penyebaran di Asia
Tenggara
Pada awal era masehi, orang-orang di berbagai belahan
Asia Tenggara
datang untuk mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya hubungan
dengan para pedagang India yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang.
Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia Tenggara, tetapi juga membawa agama
mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah pengaruh mereka, orang-orang setempat
mulai mengenal agama Buddha, tapi tetap mempertahankan keyakinan lama dan adat
istiadat mereka. Sejak masuk di semenanjung Indocina (sekarang bagian
Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk di Birma, Siam (sekarang Thailand), Vietnam, semenanjung
Malaya (sekarang Malaysia Barat)
dan kepulauan nusantara
(sekarang Indonesia).
Penyebaran di
Nusantara
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Agama Buddha di Indonesia
Pada akhir abad ke-5,
seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa,
tepatnya di Jawa Tengah
sekarang. Pada akhir abad ke-7, I Tsing,
seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera
(kala itu disebut Swarnabhumi), yang kala itu
merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya.
Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibukota
Sriwijaya (sekarang Palembang),
merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala itu Buddha Vajrayana). I
Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan
perjalanannya ke India.
Pada pertengahan abad ke-8,
Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti
Syailendra yang merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun
berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur.
Monumen ini selesai di bagian awal abad ke-9.
Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak
kejayaan dalam kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah
menguasai Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Semenanjung
Malaya.
Akhir zaman kerajaan
Hindu-Buddha
Pada akhir abad ke-13
seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam dari Timur Tengah,
kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatera, dan agama Islam segera
menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan penyebaran
sistematis oleh sekelompok ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga.
Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan popularitas dan pada akhir abad ke-15
Islam adalah agama yang dominan di nusantara dan Semenanjung Malaya. Buddhisme
diperkenalkan kembali ke nusantara hanya pada abad ke-19,
dengan kedatangan pedagang dan orang-orang Tiongkok, Srilanka dan imigran
Buddhis lainnya.
Rujukan
- (Inggris)Religionfacts.com, Buddhisme di Asia Tenggara, diakses 14 April 2011, pk 19.00
- (Inggris) Buddhanet.net, Penyebaran Buddhisme, diakses 14 April 2011, pk 19.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar